Tumpahan minyak di Teluk Balikpapan, Kalimantan Timur (Kaltim) menuai komentar pelbagai pihak, khususnya agar kepolsian melakukan penyelidikan lebih lanjut dan ganti rugi bagi korban serta masyarakat terdampak. Pasalnya, peristiwa yang terjadi Sabtu 31 Maret 2018 lalu, merupakan persoalan serius yang memerlukan penanggulangan secara cepat, tepat, dan terkoordinasi dengan baik.
Tumpahan minyak yang diakui milik Pertamina tersebut diduga menyulut kebakaran kapal speed MV. Ever Judger berbendera Panama dengan muatan batubara. Meski seluruh awak yang berkewarganegaan Tiongkok ini dapat diselamatkan, namun terdapat 5 korban jiwa yang merupakan nelayan dan masyarakat yang sedang berada di sekitar perairan dan kapal yang terbakar tersebut.
Akibat kejadian tersebut, ratusan nelayan yang mencari ikan di sekitar teluk juga ditengarai menghentikan aktivitasnya. Namun, pihak Pertamina Refinery Unit V sempat membantah jika minyak yang tumpah itu berjenis Marine Fuel Oil dan tidak mereka produksi di kilang RU V.
Peneliti Koalisi Nasional Publish What You Pay (PWYP) Indonesia menyatakan, agar pihak berwenang menelusuri lebih lanjut penyebab dari tumpahan minyak tersebut. Karena peristiwa ini termasuk bentuk kecelakaan tingkat fatal di sektor migas.
“Apakah terdapat aspek kelalain yang dilakukan perusahaan yang berkaitan dengan pelaksanaan standar keselamatan dan keamanan operasi pengangkutan minyak melalui pipa,” kata Koordinator Publish What You Pay Indonesia, Maryati Abdullah.
Pun, apa penyebab pasti lepasnya dan terseretnya pipa yang mengakibatkan tumpahnya sekira 15.000 barrel minyak mentah tersebut.
Selain itu, prosedur pemeliharaan dan pengecekan pipa secara berkala semestinya telah menjadi standar prosedur operasi, mengingat pipa tersebut telah berusia sekira 20 tahun. Serta upaya perbaikan jika ditemukan adanya tanda-tanda kerusakan merupakan bentuk pencegahan resiko yang semestinya dilakukan.
“Kemudian, diperlukan juga penyelidikan lebih lanjut apa penyebab kebakaran pengangkut batubara yang menelan korban jiwa tersebut,” sebutnya.
Lebih lanjut, menurut Maryati, apakah kapal tersebut juga telah dilengkapi peralatan standar yang memungkinkan penanggulangan tumpahan minyak di perairan sebelum melakukan pelayaran. Semisal standar mengatasi kebakaran sebagai standar laik operasi.
Akibat pencemaran dari tumpahan minyak di laut sangat cepat dirasakan oleh masyarakat sekitar pantai dan sangat signifikan merusak makhluk hidup dan ekosistem di sekitar pantai. Baik secara langsung seperti kematian, perubahan fungsi tubuh dan perilaku, dll), maupun secara sistemik berupa gangguan ekosistem dan berkurangnya keanekaragaman hayati laut .
Diketahui, insiden ini menewaskan 5 orang dan menyebabkan 13.000 warga menderita sakit pernafasan. Tercatat, luas cemaran yang diakibatkan ialah 12 kilometer persegi, sedangkan kerusakan lingkungan masih didata.
Secara sosial-ekonomi, dampak secara langsung juga dirasakan oleh berkurangnya perolehan hasil tangkapan nelayan, terganggungnya kegiatan pasokan dan distribusi minyak, maupun terganggunya kegiatan perairan, transportasi, dan kegiatan lainnya di sekitar kejadian tumpahan minyak.
“Oleh karenanya, Pertamina sebagai pihak yang bertanggung jawab perlu melakukan ganti rugi bagi masyarakat yang dirugikan peristiwa tersebut,” bebernya.
Sesuai dengan asas polluter pays principle, maka yang harus pihak yang bertanggung jawab harus melakukan penanggulangan, pemulihan, pembiayaan dan ganti rugi.
“Karena kegiatannya telah mengakibatkan terjadinya tumpahan minyak di laut, dalam hal ini adalah Pertamina dan pihak-pihak lain hasil penyelidikan nantinya,” kata Maryati.
Tanggungjawab mutlak atas biaya tersebut sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 109 Tahun 2006 tentang Penanggulangan Keadaan Darurat Tumpahan Minyak di Laut.
Lebih lanjut Maryati mengatakan, selain mendukung upaya investigasi lebih lanjut, pihaknya juga mendukung upaya cepat tanggap yang telah dan tengah dilakukan oleh instansi terkait seperti KSOP yang bekerja sama dengan instansi penanggulangan di daerah, termasuk Pertamina dan Tim Satgas yang diterjunkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup ke lokasi
“Setelah upaya tanggap darurat dilakukan secara cepat, seperti penggunaan oil boom, oil skimmer, maupun penggunaan dispersant dan absorbent untuk melokalisir, menghisap maupun menyerap tumpahan minyak, selanjutnya upaya penanggulangan dampaknya harus segera dilakukan hingga tuntas,” ungkap dia.
Pun, hasil penyelidikan nantinya juga perlu disampaikan terhadap publik, mengingat banyak pihak yang dirugikan akibat peristiwa ini. Selain itu, peristiwa tumpahan minyak ini menjadi momentum untuk mengevaluasi aktivitas di Teluk Balikpapan, sehubungan di jalur tersebut banyak aktivitas pengangkutan migas dan batubara.