Perkuat Perlindungan Masyarakat dan Penegakan Persuasif, Pemkab Kutim Perbarui Perda Ketertiban Umum

Sangatta – Pemerintah Kabupaten Kutai Timur (Kutim) tengah mengusulkan perubahan Peraturan Daerah (Perda) No 3 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum kepada DPRD Kutim. Hal ini disampaikan oleh Asisten Pemerintahan Umum dan Kesra, Poniso Suryo Renggono.

Menurut Poniso, perubahan perda ini dilakukan untuk menyesuaikan dengan kondisi terkini di tengah masyarakat. Perda No 3 Tahun 2007 dirasa sudah banyak yang tidak sesuai dengan kondisi saat ini.

“Perlu dilakukan penyesuaian, terutama terkait perlindungan masyarakat. Ada beberapa hal yang perlu disempurnakan,” jelas Poniso kepada wartawan, usai membacakan tanggapan Bupati atas pandangan umum fraksi-fraksi DPRD Kutim, Rabu (15/5) di Sekretariat DPRD Kutim.

Percepatan pembahasan perda ini didasari oleh pengalaman Poniso saat menjadi Pelaksana Tugas (PLT) Kepala Satpol PP selama tiga bulan. Ia melihat urgensi untuk melengkapi Satpol PP dengan aturan yang lebih lengkap dalam menegakkan perda.

“Penegakan perda harus dilakukan secara persuasif. Tidak hanya saat ada pelanggaran, tapi Satpol PP harus melakukan kontrol, patroli, dan sosialisasi sebelum ada masalah. Tujuannya agar tercipta ketertiban umum dan fasilitas umum (fasum) dapat berfungsi sebagaimana mestinya,” terangnya.

Lebih lanjut, Poniso menjelaskan bahwa teknis perubahan perda akan disempurnakan dalam pembahasan bersama DPRD Kutim. Masukan dari berbagai pihak juga akan diterima secara terbuka.

“Perubahan ini bukan karena perubahan undang-undang, tapi karena kebutuhan. Sesuai dengan dinamika di masyarakat Kutim dan kebutuhan yang berkembang. Sejak 2007 hingga 2024, sudah terlalu lama, sehingga perlu dilakukan perbaikan,” tegasnya.

Salah satu contoh penertiban yang ingin dilakukan adalah penertiban trotoar di Sangatta. Satpol PP, yang memiliki 8 PPNS, akan menegakkan perda secara persuasif.

“Misalnya, kalau ada pelanggaran, pelanggar disuruh membongkar sendiri. Jika tidak mau, akan dihadirkan di sidang. Kalau tetap tidak mau membongkar, setelah ada putusan sidang tindak pidana ringan (tipiring), barulah dilakukan bongkar paksa,” jelas Poniso. (*/ADV)