Sangatta….Akibat belum belum neraca ketenagakerjaan. Akibatnya, pendidikan dan pasaran tenaga kerja, belum konek. Padahal, khusus di Kutai Timur, awalnya Sekolah Tinggi Pertanian dan Sekolah Tinggi Agama Islam (Stais), dimaksudkan agar mengisi lapangan kerja yang ada di Kutim, namun fakta, masih ada luaran yang tidak tertampung, karena tidak sesuai dengan kebutuhan perusahan . Demkian dikatakan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan daerah (Bappeda) Kutim Edward Azran .
“Seharusnya, sejak awal, ada neraca ketenagakerjaan, agar ketersediaan lapangan kerja, sesuai dengan pendidikan yang disiapkan. Dengan cara itu, semua luaran pendidikan, bisa tertampung. Seperti di luar negeri, nera ketenagakerjaan itu, sehingga lulusan dari sekolah, tidak kesulitan mencari kerja,” katanya.
Dicontohkan, lulusan SMU, selama ini jika lulus, saat diminta merapikan adminittasi di kantor saja, ternyata tidak bisa. Padahal, urusan kantor, itu paling utama masalah adminitrasi. Karena itu, disiapkanlah BLKI, untuk pendidikan keteampilan. Padahal, kalau dari awal pendidikn sudah dikader untuk memasuki lapangan kerja, pasti tidak perlu pelatihan lagi.
“karena itu, untuk SMK, seperti yang kami lakukan di SMK Muhammadia, selama ini semua luarannya pasti tertampung di perusahan. Sebab, mereka semua disiapkan untuk memasuki dunia kerja. Perusahan pun tidak ragu menerimanya,” katanya.
Disebutkan, di Kutim ini lapangan kerja yang ada terbagi tiga besar yakni perusahan tambang, perusahan perkebunan dan pemerintahan. Untuk lulusan dari Stiper, seharusnya bisa ditampung di perusahan sawit, tapi nyatanya, sebagian besar tidak tertampung. Untuk tambang, ini agak spesifik, namun untuk lulusan SMK, banyak masuk di sana, sesuai dengan keahliannya.,“ katanya.
Karena itu, Edward berharap ke depan, penyediaan lapangan kerja, itu harus sesuai dengan jalur pendidikan yang ada. “Ketersediaan lapangan kerja harus sejalan dengan program pendidikan agar semua tertampung di usaha yang ada,” katanya.