Sangatta…Lantaran dalam tiga tahun terakhir, Pemerintah Kabupaten Kutai Timur selalu dilandai badai defisit anggaran akibat adanya pemotongan dana bagi hasil dari Pemerintah Pusat. Sehingga tak sedikit membuat Pemkab Kutim harus memutar otak untuk lebih mengecangkan ikat pinggang demi mengatasi permasalahan tersebut.
Menurut Herlang Mappatiti Ini terjadi karena Kutim masih terlalu mengandalkan dana bagi hasil. Sehingga jika terjadi pemotongan dana bagi hasil, maka APBD langsung defisit. Padahal, kalau kutim bisa manfaatkan uang yang ada untuk cari uang, maka Kutim akan lepas dari ketergantungan dana bagi hasil.
“Saya ini orang bisnis. Pikirannya orang bisnis, seharusnya uang itu bisa dimanfaatkan untuk cari uang. Karena itu, mestinya APBD ini digunakan untuk menbangun, yang ke depannya, bisa menghasilkan uang,” katanya.
Dicontohkannya, yang paling cepat adalah mengembangkan pariwisata. Kutim punya karst telapak tangan, yang sudah mendunia. Ini bisa dijadikan sebagai objek wisata yangmenghasilkan PAD. Namun, bagaimana orang mau ke sana, kalau jalan saja, tidak ada.
“Memang jalan ada, tapi hanya untuk orang sekelas petualan, karena sangat sulit dilalui. Kan tidak semua orang bisa jadi petuanlang. Tapi kalau akses bagus, maka itu pasti didatangi orang biasa sekalipun,” katanya.
Atau , Pemkab bangun sebuah bangunan monumental, yang bisa dimanfaatkan jadi objek wisata. Lokasi tepatnya, di jalan Munte, di lahan hibah KPC ke Pemkab Kutim. “Kalau dibuat menara pantau tsunami yang tinggi dan unik, disekitarnya dibuat taman dan berbagai wisata kuliner, bangun ruko yang bisa disewakan maka niscaya akan menjadi objek wisata yang mendatangkan PAD.
“Saya yakin, kalau itu dibangun di Jalan Munte, pasti akan mendatangkan PAD. Dana untuk bangun itu pun tidak akan banyak, paling Rp20 miliar lebih. Kalaupun lebih, pastinya akan mendatangkan uang. Tapi kalau tidak, maka tanah yang cukup luas itu, hanya jadi sia-sia,” katanya.
Dikatakan, selama bertahun-tahun, lahan yang luasnya sekitar Delapan hektare itu hanya jadi aset tidur, yang justru menguntungkan pihak tertentu. Sebab sudah dibangun bangunan permanen di sana, yang tentu tidak bayar pajak.
“Jadi lahan milik Pemda, Pemda rugi karena tidak bayar pajak IMB, tidak bayar pajak bumi dan bangunan (PBB). Seharusnya, itu dimanfatakan, ditata, agar lahan bermanfaat bagi daerah,” harapnya.