Sektor Perkebunan Minim Sumbang PAD ke Kutim

Sangatta. Meski menjadi daerah dengan luasan kawasan perkebunan sawit yang cukup luas dan hasil produksi Crude Palm Oil (CPO) yang cukup besar, namun ternyata hal tersebut tidak menjadi penjamin jika Pemerintah Kutai Timur akan mendapatkan keuntungan yang besar dari kegiatan sektor perkebunan, terutama dari CPO, terutama bagi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kutim.

Bahkan hingga saat ini, diakui belum ada regulasi atau aturan yang mengatur terkait hasil produksi CPO untuk daerah maupun Negara. Demikian diungkapkan Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kutim, Musyaffa saat ditemui wartawan.

Menurutnya, hingga saat ini perkebunan menjadi salah satu sektor yang paling sedikit dalam memberikan pemasukan bagi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kutai Timur. Bahkan bagi pusat, sektor perkebunan hanya menyumbangkan pemasukan dari Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Sektor Perkebunan serta Pajak Penghasilan (PPh), seperti PPh 21, PPh 22, PPh 25, dan PPh 29.

Sementara bagi daerah hanya mendapatkan imbasnya saja dari kegiatan perkebunan. Misalkan perkebunan menggunakan air tanah, maka bisa dipungut pajak air tanahnya. Termasuk jika menggunakan katering, maka Pemkab bisa memungit pajak usaha katering dan restaurant. Namun jika tidak menggunakan semua item tersebut, maka tidak ada yang bisa dipungut untuk PAD Kutim.

Lanjut Musyaffa, hingga saat ini imbas yang didapatkan daerah dari sektor perkebunan dan pertambangan hanya pembangian dana bagi hasil (DBH) serta royalti antara pusat dan daerah. Sedangkan jika mengharap pemasukan bagi PAD Kutim, nilainya bisa dikatakan sangat kecil. Maka wajar saja, jika hingga saat ini Pemkab Kutim terus memperjuangkan agar PBB sektor Perkebunan dan Kehutanan bisa diambil alih pengelolaannya oleh daerah dan bukan lagi di pusat. Sehingga dengan demikian, ada pemasukan lebih dari sektor PBB Perkebunan dan Kehutanan tersebut bagi PAD Kutim.