Cegah Hoax dan Wartawan Gadungan, Wartawan Wajib Bersertifikat Kompetensi

Sangatta. Sebuah informasi atau berita yang beredar di masyarakat, haruslah dipastikan keabsahan dan kebenaran informasi atau berita tersebut. Jangan sampai informasi yang beredar di masyarakat merupakan sebuah kebohongan atau “HOAX”.

Karenanya, wartawan atau jurnalis sebagai penyuguh informasi dituntut tanggung jawab besar untuk menyampaikan berita atau informasi yang benar dan sesuai fakta. Demikian diungkapkan Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kutai Timur, Joni Sapan Palelleng.

Dikatakan, seseorang yang mengaku sebagai wartawan atau jurnalis haruslah memiliki identitas yang jelas terkait profesinya. Pertama, minimal seorang wartawan harus tergabung dalam organisasi profesi wartawan yang diakui oleh Dewan Pers, seperti PWI, Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI).

Diluar organisasi profesi kewartawanan yang diakui, maka dipastikan sebagai wartawan bodong atau abal-abal. Belum lagi setiap wartawan saat ini juga wajib mengantongi sertifikat kompetensi wartawan yang dikeluarkan oleh Dewan Pers, sebagai bukti  kompetensi oleh profesi yang diembannya dan yang bersangkutan pasti terdaftar di Dewan Pers.

Lanjut Joni, sertifikasi wartawan yang diterapkan oleh Dewan Pers tersebut salah satu upaya dalam mencegah beredarnya informasi bohong atau berita Hoax di masyarakat. Karena beredarnya informasi yang tidak bertanggung jawab atau Hoax, bisa jadi karena muncul dari masyarakat ataupun dari wartawan yang tidak jelas atau abal-abal.

Lebih jauh, Joni mengajak masyarakat untuk bersama-sama menelaah dan menyaring setiap informasi dan berita yang beredar di masyarakat. Jangan sampai termakan kabar-kabar bohong dan kemudian ikut pula menyebarkannya. Sehingga upaya mencegah penyebaran berita atau kabar Hoax bukan hanya merupakan tanggung jawab wartawan atau jurnalis semata, namun juga merupakan tanggung jawab masyarakat.