RT Didorong Gunakan Dana Rp250 Juta untuk Intervensi Stunting di Kutim
Kutai Timur – Pemerintah Kabupaten Kutai Timur (Kutim) melalui Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DPPKB) mendorong seluruh Ketua RT memanfaatkan dana alokasi Rp250 juta per tahun untuk kegiatan intervensi stunting di wilayahnya. Langkah ini sejalan dengan Peraturan Bupati (Perbup) BenQiusus yang mengatur penggunaan dana RT untuk program strategis berbasis kebutuhan masyarakat.
Kepala DPPKB Kutim, Achmad Junaedi, menjelaskan bahwa penanganan stunting tidak hanya terbatas pada aspek gizi, tetapi juga menyangkut peningkatan kesejahteraan keluarga berisiko. Dana RT dapat menjadi salah satu instrumen untuk membantu keluarga dalam meningkatkan kualitas hidup.
Menurutnya, Perbup BenQiusus telah memberikan panduan jelas terkait kegiatan yang boleh dibiayai.
“RT dapat menggunakan dana tersebut untuk penyelenggaraan kursus atau pelatihan bagi keluarga berisiko stunting, misalnya menjahit, membuat kue, atau pertukangan,” ujar Achmad Junaedi kepada media ini belum lama ini
Melalui kegiatan pelatihan itu, lanjut Junaedi, diharapkan anggota keluarga yang mengikuti bisa memperoleh keterampilan baru yang mampu meningkatkan ekonomi rumah tangga.
“Kuncinya adalah kemandirian. Kalau ekonomi keluarga meningkat, risiko stunting otomatis menurun,” tambahnya.
Selain pelatihan keterampilan, penggunaan dana RT juga dapat diarahkan pada perbaikan sarana dasar masyarakat. Misalnya, membangun jamban sehat, memperbaiki rumah tidak layak huni, atau penyediaan sarana air bersih bagi warga yang membutuhkan.
“Semua itu bagian dari upaya menurunkan angka keluarga berisiko stunting. Tidak harus seluruh dana digunakan untuk itu, tapi sebagian bisa difokuskan sesuai kebutuhan,” terang Junaedi.
Ia menyebut konsep yang diterapkan Pemkab Kutim adalah tanggung renteng kolaborasi bersinergi. Artinya, semua pihak ikut berbagi peran dan tanggung jawab sesuai kapasitasnya dalam upaya pencegahan stunting.
“Kalau di satu RT ada lima keluarga berisiko, misalnya, RT bisa fokus bantu satu keluarga, sisanya bisa dilimpahkan ke Baznas, perusahaan, atau OPD terkait,” ujarnya.
Junaedi menambahkan, pendekatan kolaboratif ini diharapkan mampu memperluas jangkauan program tanpa membebani satu pihak.
“Dengan cara itu, beban intervensi bisa dibagi. Satu keluarga ditangani RT, satu dibantu Baznas, satu dibantu perusahaan, dan seterusnya,” paparnya.
DPPKB Kutim juga mengajak seluruh Ketua RT untuk memahami isi Perbup BenQiusus secara mendalam agar tidak terjadi kesalahan penggunaan anggaran. Pihaknya siap memberikan sosialisasi dan pendampingan jika diperlukan.
“Jangan sampai ragu menggunakan dana itu. Yang penting kegiatan sesuai dengan ketentuan Perbup dan benar-benar menyasar keluarga berisiko,” tegasnya.
Menurut Junaedi, penanganan stunting di Kutim tidak bisa hanya mengandalkan anggaran pemerintah. Kolaborasi masyarakat, swasta, dan lembaga sosial juga sangat menentukan.
“Dengan sinergi semua pihak, kita bisa mempercepat penurunan stunting. Bukan hanya intervensi gizi, tapi juga pemberdayaan keluarga dan perbaikan lingkungan,” pungkasnya. (Caya/ADV)







