Sangatta, – Panitia Khusus (Pansus) DPRD Kutim bersama instansi terkait menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) membahas Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Pencegahan dan Penanggulangan HIV/AIDS pada Rabu (17/7/2024). Rapat yang dipimpin oleh dr. Novel Tyty Paembonan ini dihadiri oleh berbagai pihak, termasuk Dinas Kesehatan (Dinkes), Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil), Sekretariat Daerah (Sekdah), Komisi Penanggulangan AIDS Daerah (KPAD), Perhimpunan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI), dan Kelompok Dukungan Sebaya (KDS) “One Heart Borneo” Kutim.
Salah satu poin penting yang dibahas dalam RDP adalah perbedaan regulasi antara Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) dan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) terkait dengan pemeriksaan HIV. Permenkes terbaru mewajibkan pemeriksaan HIV untuk ibu hamil, sedangkan Permenaker masih mengacu pada aturan lama yang bersifat sukarela.
Hal ini menjadi kendala dalam mendorong pemeriksaan HIV di tempat kerja. “Ini menjadi kendala bagi kita dalam mendorong pemeriksaan HIV di tempat kerja. Namun, kami akan terus mencari solusi agar kontraktor dan perusahaan lain mau melakukan pemeriksaan HIV secara rutin,” ungkap Febriana, dari PT KPC.
Yulianti, perwakilan dari Disnakertrans Kaltim, menyoroti pentingnya sinkronisasi peraturan dalam pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS di tempat kerja. Ia menekankan bahwa Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 68 Tahun 2004 telah melarang tes HIV/AIDS sebagai syarat rekrutmen atau pemeriksaan kesehatan rutin.
“Kami khawatir jika ada aturan dalam Perda yang bertentangan dengan Permenaker tersebut. Ini bisa menimbulkan kebingungan bagi pengusaha dan pekerja,” ujar Yulianti.
Disnakertrans juga akan melakukan penilaian terhadap perusahaan-perusahaan dalam upaya pencegahan HIV/AIDS. “Kami akan memberikan nota kepada perusahaan yang membuat aturan bertentangan dengan Permenaker Nomor 68 Tahun 2004,” tegas Yulianti.
Selain itu, dr. Novel Tyty Paembonan, anggota pansus, mendukung usulan sanksi tegas bagi pekerja berisiko yang nakal. “Ini adalah masalah yang tersembunyi tapi terus menggelinding,kita harus segera mendepak dan membatasi mereka agar penyakit ini bisa terkendali.”ucapnya
Para peserta RDP berharap Raperda ini dapat segera disahkan. “Mudah-mudahan bulan ini sudah tuntas,” harap dr. Novel.
Ubaldus Daud, anggota pansus, menambahkan bahwa solusi untuk menangani HIV/AIDS di Kutim perlu dikaji dengan seksama, dengan mempertimbangkan poin-poin terkait adat budaya. Ia juga menekankan pentingnya peran masyarakat dan lembaga sosial masyarakat dalam membantu pemerintah.
“Kita tidak bisa mengandalkan Satpol PP saja. Masyarakat dan LSM harus proaktif dalam melaporkan dan membantu menegakkan aturan,” kata Ubaldus. (Kiya/ADV)