Mitigasi Iklim, Fraksi Rakyat Kutim Tanam Mangrove di Sungai Bendera

Kutai Timur – Pada 28 Februari 2022 lalu Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) atau Panel Antar pemerintah tentang Perubahan Iklim dari Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) merilis laporannya yang teranyar tentang perubahan iklim. Meliputi dampak, adaptasi dan kerentanannya. Laporan tersebut merupakan yang kedua dari sejumlah laporan penilaian IPCC ke enam.

Badan PBB yang mengurusi persoalan iklim itu mengungkap bahwa emisi karbon dunia harus turun setengahnya pada beberapa tahun mendatang. Agar menjaga pemanasan global di bawah 1,5 celcius, batas yang disepakati negara-negara untuk diperjuangkan pada tahun 2015 di Paris.

Beragam upaya dapat ditempuh untuk menekan pemanasan global mencapai ambang kritisnya, seperti yang dilakukan Fraksi Rakyat Kutim (FRK) dan Extinction Rebellion (XR) belum lama ini. Usai menggelar diskusi bertajuk “perempuan dan krisis iklim”, FRK bersama XR melakukan penanaman mangrove di wilayah pesisir Sungai Bendera Sangatta.

Hal itu disampaikan oleh pengurus FRK, Faisal Afzalul Fawzan, bahwa kegiatan menanam mangrove sebagai langkah mitigasi menghadapi krisis iklim. Sebab tanaman tersebut, lanjutnya, memiliki daya penyimpanan karbon yang lebih besar dari hutan.

“Hutan bakau mempunyai peranan yang sangat strategis dalam menangkal persoalan iklim hari ini. Oleh sebab itu, kita dari FRK akan mengampanyekan pentingnya hal demikian. Apalagi berdasarkan catatan Kementerian Kelautan dan Perikanan sekitar 19 persen ekosistem mangrove di berbagai belahan pulau Indonesia kondisinya kritis,” ungkap Faisal.

Dijelaskannya, penyebutan kata “krisis” terhadap kondisi iklim saat ini relatif sulit diarus utamakan karena berbagai faktor. Salah satunya disebabkan oleh kebijakan publik dari pemerintah.

Melansir dari Mongabay.co.id, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono menyampaikan, mangrove
yang kondisinya kritis saat ini ada yang berada di dalam kawasan hutan dengan luas mencapai 460 ribu ha atau mencakup 72,18 persen dari total ekosistem mangrove yang kritis.

Selain itu, ada juga ekosistem mangrove yang sudah kritis namun lokasinya ada di luar kawasan hutan dengan luas mencapai 177 ribu ha. Luasan tersebut mencakup 27,82 persen dari total luas lahan kritis ekosistem mangrove yang saat ini ada.

“Tentu saja upaya penyelamatan ekosistem seperti ini tidak bisa kita lakukan sendiri, artinya keterlibatan setiap pihak adalah perlu.” tandasnya (Er/KE)