SANGATTA. Banyak masyarakat yang belum bisa membedakan antara pembayaran pengurusan sertifikat dengan kewajiban bayar Pajak Biea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB). Sebab, untuk penbuatan sertifikat program nasional (Prona), yang sejak tahun lalu disebut Pendaftaran Tanah Sistematik Lengkap (PTSL), banyak masyarakat menyangka kalau itu dibayar, padahal, yang mereka bayar adalah BPHTB.
“jadi, kami terus sosialisasikan kalau pembuatan sertifikat melalui PTSL, ini gratis. Namun, tetap bayar pajak, BPHTB,” jelas Sofyan Noor, PPK PTSL tahun 2018.
Dikatakan, proses pembuatan sertifikat, itu sangat berbeda dengan urusan BPHTB. Sebab bayar BPHTB, itu urusannya ke pemda. Karena itu itu masuk kas Pemda, sementara urusan sertifikasi lahan itu urusan pemerintah pusat.
“hanya saja, saat urus sertifikat, maka bayar BPHTB, sesuai ketentuan yang berlaku,” jelasnya.
Lain halnya, kalau pembuatan sertifikat itu, diajukan secara pribadi, untuk lokasi tertentu, memang ada biaya. Dan itu tarifnya ada ketentuan, yang besarannya tergantung luas lahan. Tidak terganatung jaunya letak objek yang akan disertifikatkan.
“Kalau untuk sertifikat lahan, yang diajukan sendiri, ada ketentuan. Silakan tanya di counter kami, sekaligus akan tau berapa biayanya. Karena biayanya tidak bisa direkayasa, karena semua sudah jelas hitungannya, sesuai ketentuan yang ada,” katanya.
Disebutkan, untuk proses pembuatan sertifikat melalui program PTSL, permohonan sertifikasi tanah atau lahan merupakan usulan dari pihak desa. Ini berbeda dengan pengajuan pribadi, yang didaftarkan mealui loket di BPN.
Untuk program PTSL, maka tidak bisa melayani sertifikasi lahan atau tanah yang dikuasai oleh sebuah badan hukum yang bersifat provit atau bisnis, seperti perusahaan. “Untuk badan hukum perusahan, memang tetap diukur, tapi tidak keluar sertifikatnya,” katanya.
Untuk tahun 2019 ini pemerintah pusat kembali memprogramkan PTSL. Khusus di wilayah Kutim, kemungkinan ada lebih dari 6000 bidang tanah yang akan disertifikati. Namun hingga kini yang mendapat persetujuan anggaran melalui DIPA BPN Kutim, baru lebih kurang 3500 bidang tanah. Sementara sisanya masih menunggu kepastian dari BPN Pusat. “Konon yang sisanya, itu akan melibatkan pihak ke Tiga, yang saat ini sedang dilelang di Kanwil,” jelasnya.