Sangatta…Meski sebelumnya Dewan Perwakilan Rakyat Daerah(DPRD)Kutim telah menetapkan Perda No 1 Tahun 2017 tentang Corporate Social Responsibility (CSR). Namun pelaksanaan Perda tersebut masih dinilai dilematis.
Pasalnya dalam Perda tersebut, meski mewajibkan seluruh perusahaan yang berbadan hukum untuk ber CSR. Namun besaran jumlah anggaran yang akan di keluarkan perusahaan tidak diatur.
Menganggapi hal tersebut Anggota Fraksi PDI Perjuangan yang juga mantan Anggota Pansus Raperda CSR M. Lebar mengakui jika dalam penerapan Perda tersebut masih menimbulkan dilematis, karena pengelolaan CSR masih diberikan kepada pihak perusahaan. Sehingga terbilang menyulitkan Pemerintah dalam melakukan pengawasan terhadap penggunaan dana CSR dari masing perusahaan.
“Belum lagi yang terkena langsung dampak aktifitas perusahaan, tapi sangat susah mendapatkan dana csr, jangankan dalam bentuk pembangunan, memberikan tong sampah saja dari perusahaan sudah di katakan CSR”. Jelasnya saat berlangsungnya rapat studi banding Perda CSR dari Anggota DPRD Kukar beberapa waktu lalu.
Menurutnya hal tersebut dipicu karena kurangnya pengawasan yang di lakukan oleh DPRD Kutim sendiri, serta tidak adanya penentuan berapa nominal yang harus dikeluarkan perusahaan, dalam menyalurkan CSRnya ke wilayah yang seharusnya menerima bantuan.
Untuk itu, dirinya menyarankan pengaturan angka tersebut, bisa diatur dalam peraturan Bupati, sebagai turunan dari Perda. Sehingga penggunaan dana CSR dari masing-masing perusahaan lebih jelas dan terarah.
“Terlebih ada forum CSR yang juga mengatur terkait anggaran CSR dari tiap-tiap perusahaan. Sehingga dari forum itulah bisa menyusun program-program CSR, baik yang ada di Desa maupun di Kota”.Ucapnya
Jangan hanya mengeruk sumberdaya di daerah kami, tapi angaran CSRnya di bawah keluar daerah. atau semisal yang dikeruk diwilayah Sangkulirang tapi CSRnya di bawah ke Kota. (Etam)