Sangatta – Pengelolaan Pariwisata di Kabupaten Kutai Timur (Kutim) tiap cenderung mengalami perkembangan yang signifikan, jika dibanding tahun-tahun sebelumnya.
Hal ini terlihat dari tumbuh dan berkembangnya destinasi wisata, baik di dataran tinggi pegunungan Kutim maupun dataran rendah di sepanjang pesisir pantai Kabupaten Kutai Timur. sudah barang tentu akan menjadi perbincangan hangat dan tujuan bagi para wisatawan lokal dan wisatawan asing untuk datang ke Kutim.
Bahkan kini juga tengah mengembangkan eko wisata di persawahan Desa Bumi Rapak, Kecamatan Kaubun, dengan harapan kelak bisa menjadi tujuan bagi para wisatawan lokal dan wisatawan asing untuk datang ke Kutim.
“Jadi nanti, di Eko Wisata ini, petani sambil menunggu panen, petani juga mengelola ekowisata. Di sana disiapkan gazebo, agar wisatawan bisa istrahat sambil memancing. Retribusinya dikelola kelompok tani,” katanya.
Bukan hanya di Bumi Rapak, Desa Teluk Pandan juga kan dibuat sama. Dimana pesawahan yang ada di pinggir jalan poros Sangatta – Bontang akan disulap jadi eko wisata. “kades sudah setuju,” jelas Bupati.
“Objek wisata Kutim ini ada mulai keindahan alam, budaya, produk, termasuk ada kreasi. Sehingga Kutim nantinya akan menjadi daerah penyangga ekonomi kreatif Ibu Kota Negara (IKN),” harap bupati.
Hanya saja, diakui untuk mewujudkan itu, perlu adanya infrastuktur yang memadai. Karena itu pemerintah Kutim butuh bandara. “tata ruang akan ditata ulang, untuk membangun bandara,” katanya.
Disebutkan, dari segi letak geografis, Kutim sebenarnya pintu masuk Kalimantan. Hanya saja, belum memilik infrastruktur memadai terutama bandara. Padahal, kalau sudah ada bandara, maka orang mau ke Berau, Bontang, bahkan ke Kaltim., bisa lewat Kutim saja, yang memang ada di tengah.
Bupati juag menyebut, sedang menuggu keputusan UNESCO, terkait dengan penetapan kars Sangkulirang secagai cagar budaya. Kars ini masuk wewenang Provinsi, karena membentang dari Kutim ke Berau.
Seperti dkketahui, kars ini merupakan salah satu objek wisata alam yang sudah sangat terkenal, karena goa yang ada di sana.
“bagi masyarakat yang ada di sekitar objek wisata, ini peluang ekonomi. Tahun 2012, ada penandatanganan MOU TNK dengan Bumdes Swarga Bara. Kenapa, karena sejak bertahun-tahun kunjungan ke TNK melalui Jalur Kabo sekitar 400-600 orang asing. Sayang, kalau mereka datang – pulang kembali. Kita maunya, uang di kantong juga keluar, dengan membayar home stay, membeli souvenir. Kita ingin ada souvenir buaya, orang utan, namun lambat laun malah tidak ada sekarang. Yang ada malah beppa janda. Tapi bagus juga. Ini kreasi, untuk itu pemandu silakan promosikan yang unik-unik seperti Beppa Janda ini,” katanya.
Kepada pemadu wisata, bupati berharap agar setidaknya bisa bahara inggris. Sebab, akan kesulitan mengatar wisawan dari luar, jika tidak bisa berbahasan inggris. Bahkan kalau perlu bisa bahasan lainya. (*/KE)