SANGATTA. Akibat adanya defisit anggaran dalam tiga tahun terakhir nampaknya membuat Pemerintah Kabupaten Kutai Timur terus keras untuk bisa menambal lobang Anggaran pendapatan belanja daerah (APBD) Kutim, yang telah berlangsung sekitar tiga tahun berturut-turut.
DPRD, dengan kewenangannya pun juga turut andil dengan membuat perda, dengan harapan dengan perda itu, ada payung hukum untuk pemerintah melakukan pungutan, baik pajak maupun retribusi. Hanya saja, dari sekian perda itu, ternyata belum menampakkan hasil maksimal untuk peningkatan PAD.
“Karena defisit yang dialami Kutim dalam beberapa tahun belakangan ini, maka kami dari DPRD membuat sebanyak mungkin Perda, sebagai payung hukum untuk pemerintah dalam melakukan pungutan apa saja, yang bisa dilakukan sesuai dengan aturan. Ini perlu, untuk menambah PAD Kutim, yang masih belum beranjak dari angka Rp80 miliar lebih,” katanya anjas
Salah satu Perda yang dibuat adalah Perda No 1 tahun 2018, tentang retribusi Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI). Diakui, fasilitas ini dibangun pemerintah, untuk mempemuda nelayan melakukan transaksi penjualan ikan tangkapan mereka. Karena di sana ada transaksi ekonomi, karena itu pemerintah bisa memungut retribusi di bangunan itu. Sebab semua fasilitas yang dibangun pemerintah untuk kegiatan bisnis atau ekonomi, boleh dipungut retribusi, termasuk pajak, namun harus berdasarkan payung hukum yang jelas, termasuk Perda.
“dengan Perda ini, pemerintah bisa pungutan beberapa retribusi di PPI bisan menambanh PAD. Maksudnya, agar biaya pemerintah dari pembangunan fasilitas itu, setidak nya bisa memngembalikan modal pembangunan melalui retribusi yang akan masuk PAD,” katanya.