Nelayan Kutim Banyak Yang Lari Ke Bontang

Parlementaria197 Dilihat

SANGATTA. Setelah Perda no 1 tahun 2018, tentang retribusi PPI dan Balai Beni Ikan disahkan DPRD,  ternyata bukan hanya berlaku di lingkungan usaha pemerintah, tapi juga di lingkunga usaha swasta.  Demikian dikatakan anggota DPRD Kutim Sayit Anjas .

“Dalam Perda ini,  bukan hanya mengatur  retribusi di PPI atau BBI pemerintah, tapi juga di Bbi milik swasta.  Kalau pemerintah punya BBI di Kaliorang,   dimana Perda ini akan berlaku, maka  jika ada swasta  yang memiliki BBI, juga pasti kena,” kata Anjas, dalam sosialisasi  Perda no I tahun 2018 di Balai Pertemuan umum (BPU)  kecamatan sangatta Utara.

Dalam kesempatan itu, Anjas juga mengakui, jika dalam kesempatn tersebut digunakan untuk menyerap aspirasi warga, khususnya nelayan dan pengusaha ikan.

“Meskipun ini sosialisasi perda, tapi kami juga ingin serap aspirasi masyarakat, khusnya nelayan, terkait kesulitan mereka dalam menjalankan tugasnya sebagai nelayan”.Bebernya

Terutama terkait dengan belum operasinya PPI,  Anjas mengatakn pasti ada masalah yang dialami nelayan.

Menanggapi  masalah itu, Kasman, salah seorang nelayan  dari  Sangatta mengatakan, selama ini nelayan di Kutim  kesulitan dengan tidak adanya koperasi yang bisa bantu nelayan di Kenyamukan (PPI).  Terutama pengadaan es batu,  kapal, perbaikan kapal, suplai BBM,  serte penampungan ikan hasil tangkapan nelayan. Karena itu, nelayan Kutim lari ke Bontang, di Berbas, karena di sana, ada PPI, dimana ada koperasi yang batu nelayan.

“Karena kami lari ke Bontang, makanya  masyarakat Kutim ini hanya makan ikan  yang sudah sepuluh hari disimpan di es. Empat hari di laut, dua hari di Bontang,  baru dikirim ke Sangatta, setelah itu, dimasukkan lagi di es, menunggu stok lama penjual habis batu dijual yang masuk es. Jadi selam tidak ada kopersi di PPI Kenyamukan, maka selam itu pulan nelayan Kutim pasti lari ke Bontang,” katanya.