SANGATTA- Perselisihan antara karyawan PT Subhantara Rowi Sentosa (SRS) di Kecamatan Telen yang terhimpun dalam Serikat Pekerja Nasional (SPN), dengan manajemen PT SRS sepakat menggelar pertemuan (bipartit) II pada Kamis,14 Februari 2019 di ruang Arau Kantor bupati.
Pertemuan ini menjadi progres penyelesaian permasalahan yang tertuang dalam berita acara Bipartit I (terlampir). Selain yang tercantum dalam poin 8 tentang kecelakan kerja dan poin 12 tentang “take over” perusahaan, yang akan dirundingkan pada bipartit II. Kedua belah pihak juga sepakat membuat risalah perundingan bipartit II.
Kesepakatan ini ditandatangani kedua pihak serta disaksikan perwakilan Pemkab Kutim dari Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) selaku fasilitator yang diwakili oleh Winarso Budi Wibowo, Ramli, Hermin Allo Rerung dan Ibnu Ambiya.
“ Ada 14 poin yang dituntut oleh SPN kepada PT SRS dalam bipartit I yang digelar 14 Desember 2018. Dari 14 poin itu hanya dua poin yang belum disepakati antara kedua belah pihak. Yakni pada poin 8 dan 12. Sementara 12 poin lainnya sepakat dibicarakan dalam bipartit II pada Kamis 14 Februari 2019,” ujar Winarso BW.
Poin 8 tentang kecelakan kerja akan dilaporkan ke pegawai pengawas ketenagakaerjaan dan poin 12 tentang take over dicatatkan sebagai perselisihan ke Disnakertrans untuk ditangani. Hasil perundingan bipartit II juga akan dilaporkan ke Disnakertrans.
Pertemuan ini sengaja digelar menindaklanjuti demonstrasi karyawan PT SRS 11 Februari 2019. Aksi unjuk rasa digelar di halaman Kantor Bupati Kutim. Koordinator aksi dikomandoi anggota SPN Protus Donatus. Dia meminta Pemkab Kutim turun tangan untuk mengatasi perselisihan antara buruh dan perusahaan.
“Perlunya pemerintah melakukan intervensi, agar hak normatif buruh, bisa dipenuhi perusahan, untuk peningkatan kesejahteraan para buruh,” kata Protus.
Sementara PC Ho Jakarta PT SRS, Sukriadi mengatakan bahwa perusahaan tetap berkomitmen untuk menyelesaikan semua persoalan dengan karyawan secepat-cepatnya. Melalui musyawarah mufakat dengan tetap berpedoman pada perundang-undangan yang berlaku.
“Terhadap dua poin (8 dan 12) yang belum disepakati, semoga bisa diselesaikan dalam waktu singkat. Persoalan hak karyawan dalam BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan, PHK, sistem dan besaran upah serta absensi mungkin hanya mis-komunikasi saja, ” jelas Sukriadi. (hms4/*)