DPPPA Kutim Wajibkan Asesmen Psikologis untuk Dispensasi Kawin

SANGATTA – Kabupaten Kutai Timur (Kutim) menghadapi situasi darurat terkait tingginya angka perkawinan usia anak. Data terbaru dari Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPPA Kutim) mencatat, sepanjang tahun 2024 terjadi 109 kasus perkawinan anak.

Angka kasus perkawinan anak Kutim tersebut menempatkan daerah ini di peringkat kedua tertinggi di Kalimantan Timur (Kaltim). Pemicu utama kasus ini adalah faktor kompleks, termasuk keterbatasan akses pendidikan, kondisi ekonomi, dan minimnya pemahaman masyarakat mengenai dampak perkawinan di bawah umur.

Menanggapi krisis tersebut, Pemkab Kutim melalui DPPPA secara masif mengambil langkah pencegahan dan memperketat prosedur hukum. Kepala DPPPA Kutim, Idham Cholid, menyampaikan bahwa pihaknya baru saja menandatangani Nota Kesepahaman (MoU) dengan Pengadilan Agama dan Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI).

“Melalui MoU ini, setiap pengajuan dispensasi kawin kini wajib diawali dengan asesmen psikologis dan layanan konseling, baik bagi calon pengantin maupun orang tua,” tegas Idham di Sangatta, Kamis (6/11/2025).

Idham menjelaskan, langkah ini bertujuan untuk memastikan semua pihak memahami secara mendalam risiko dan dampak buruk yang ditimbulkan oleh perkawinan usia anak.

Kegiatan Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE) Pencegahan Perkawinan Anak yang digelar DPPPA Kutim merupakan tindak lanjut dari koordinasi dengan DPPPA Provinsi Kaltim.

“Target kami, pada tahun 2026 Kutai Timur tidak lagi berada di posisi tinggi dalam kasus perkawinan anak,” ujar Idham Cholid.

Secara statistik, DPPPA Kutim mencatat bahwa hingga Oktober 2025 sudah terdapat 90 kasus perkawinan anak. DPPPA optimistis, dengan sosialisasi berkelanjutan serta kerja sama dengan tokoh masyarakat dan pemangku kebijakan, angka ini dapat terus ditekan. (Caya/*/ADV)

Tutup