Pemkab Kutim Akui Belum Bisa Maksimalkan Pajak Sarang Walet

SANGATTA. Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) meminta kesadaran pemilik sarang burung walet yang sudah produksi untuk membayar pajak. Sebab, menurut Kepala Bapenda Kutim Musyaffa, dari  jumlah sarang yang sudah kelihatan produksi, cukup banyak, namun yang punya kesadaran untuk bayar pajak, hanya sedidik.

“Kalau potensinya, besar. Hanya kesadaran bayar pajak pemilik, yang belum. Memang ada peningkatan dari tahun-tahun sebelumnya, namun kami meniai masih kecil dari potensi yang ada. Sebab data sementara, baru terkumpul sehitar Rp75 juta tahun ini,” katanya.

Dikatakan, sifat pajak sebenarnya bisa dipaksa pemerintah.   Hanya saja, pihaknya masih melakukan langka persuasif, dengan mendata seluruh sarang yang ada, sebagai potensi sumber pajak daerah.  Dari data ini, akan dipantau mana saja, yang bayar pajak.

“memang dalam perhitungan pajak ini, pemerintah mempercayai masyarakat untuk menghitung sendiri kewajiban pajaknya atau self assessment. Karena itu, kami tidak ingin juga memaksa masyarakat untuk seratus persen jujur, tapi minimal mendekati jujur bayar pajak. Tapi jangan karena dipercaya pemerintah untuk hitung sendiri, malah ingkar dari kewajibannya. Ini yang salah. Karena itu ke depan,  kami akan pantau sarang yang sudah terdata, untuk melihat mana yang sudah produksi tapi belum bayar pajak mana yang sudah memenuhi kewajibannya,” katanya.

Disebutkan,  dari data, jumlah bangunan sarang burung terus meningkat. Berdasarkan data di tahun 2017 lalu ada 384 sarang burung berdiri di Kutim, sementara tahun ini, jumlah bangunan sarng walet itu sudah naik jadi 600 buah lebih.

Jumlah tersebut termasuk bangunan yang terdapat di Kecamatan Sangatta Selatan dan Teluk Pandan, yang notabene berada di kawasan Taman Nasional Kutai (TNK).

Namun, meskipun jumlah bangunannya cukup banyak, pemerintah belum bisa maksimalkan pajak dari sarang walet.  Pasalnya,  masih banyak pengusaha sarang walet ogah membayar pajak. Alasannya,  belum menghasilkan,  hingga pemilik sarang tak berada di tempat.  Hal inilah yang menjadi kendala tersendiri bagi Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kutim.